Pada awalnya aku hanya mengenal Ansur hanya sebatas itu saja (ya.. orang yang vokal, percaya diri, dan logat Bugis yang kental), sementara ia mungkin tidak mengenalku- jangankan wajah mungkin namakupun tidak diketahuinya, karena aku termasuk orang yang sedikit lugu, pemalu, n sedikit kuper.
Tak beberapa lama, pihak BEM STAIN Samarinda mengadakan Ospek/ taaruf mahasiswa baru (TAMU) 2004 dan di hari terakhir pelaksanaan TAMU yang berlangsung selama 7 hari tersebut, aku berkenalan dengan M. Shodikin yang sedang membagikan sebuah formulir pelatihan kader (LK I) HMI, dan tanpa berfikir panjang aku meminta formulir itu dan segera mengisinya.
Sebenarnya aku sudah mengenal HMI sejak aku di MAN Tarakan dan aku sudah langsung tertarik ketika aku mengetahui bahwa di STAINpun ada organisasi ekstra kampus tersebut. Akhirnya aku berpindah organisasi ekstra kampus dari PMII ke HMI, karena hatiku selalu berontak dan tidak menemukan kecocokan karakter ketika aku masih berada di PMII sehingga pada saat di ‘baiat’ oleh PMII di dalam hatiku selalu berucap “insya Allah”, dan ketika aku resmi menjadi anggota HMI barulah hatiku menemukan suatu kedamaian.
Berjalan waktu, aku dan Ansur mulai dekat pada saat dimulainya perkuliahan semester 1 intensif bahasa inggris yang berlangsung selama 1 tahun (2 semester). Pada saat itu aku dan dia ternyata sama-sama menyenangi perkuliahan bahasa Inggris tersebut, walaupun kami tidak satu lokal (ruang belajar) tapi jika bertemu, kami selalu menyempatkan diri untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa inggris seadanya, dan tak jarang kami selalu jalan bersama sehingga kami semakin dekat dan saling memberikan yang terbaik satu sama lainnya.
Ia tidak marah ketika ia mengetahui bahwa aku telah berpindah organisasi ekstra kampus ke HMI padahal pada saat itu ia merupakan salah satu fanatis tulen dari PMII. Tidak seperti teman-teman yang lainnya, yang menjauhiku ketika mereka mengetahui bahwa aku telah menjadi anggota HMI, Ansur malah menerimaku dan tidak perduli dengan hal itu.
Diantara kami berdua hadir seorang perempuan sebaya dari jawa yang bernama Singgih, ia begitu peramah manis dan periang sehingga aku ingin sekali mencomblangkannya dengan Ansur namun usahaku sia-sia karena tak lama Singgih berhenti kuliah dan pulang ke jawa dan ternyata Ansur hanya senyum-senyum saja setelah mencium akal bulusku itu.
Hingga kini semester 8 aku dan ansur tetap menjadi sahabat terbaik yang tidak akan pernah putus, walaupun dalam perjalanannya aku dan dia terkadang dilanda dengan masalah namun paling cepat kami langsung sama-sama menyadarinya selama 1 hari dan paling lama 4 hari.
Meskipun kini aku sudah sangat jarang bersama-sama lagi namun jika bertemu kami tidak ubahnya seperti 2 saudara yang saling mengerti dan memahami. Kami berdua saling membantu dan bekerja sama walaupun terkadang ada sedikit saling egho dan sombong, tapi sekali lagi kami saling mengingatkan dan menyadari diri.
Untuk Ansur… Good Luck for U dan jangan pernah lupakan persahabatan kita, hingga kita menjadi tua dan kembali kepada-Nya. Terima kasih banyak Ansur Arsyad…