Aku mengenal Syodikin pada masa Taaruf Mahasiswa Baru (TAMU) ’04. Pada saat itu Syodikin sedang membagikan formulir penerimaan anggota baru HMI, aku yang sejak mengikuti MAPABA I PMII telah berniatan akan pindah organisasi ke HMI tentu tidak mahu ketinggalan kapal untuk segera bergabung di organisasi yang menarik hatiku itu. Langsung saja aku meminta dan mengisi formulir tersebut, awalnya aku mengira Syodikin menyembunyikan perekrutan terselubung itu dari aku karena ia mengetahui jika pada saat itu aku telah bergabung di PMII.
Singkat cerita mungkin aku mulai mengenal Syodikin ketika aku dan dia sering bertemu walaupun pada saat itu kami hanya bertegur sapa sewajarnya seperti orang yang tidak terlalu mengenal. Aku ingat sekali bahwa yang menjadi teman terdekat syodikin adalah Ida seorang gadis pasir yang juga teman sekampusku.
Entah dari mana jelasnya aku bisa mulai dekat dengan Syodikin namun setelah 7 brother or 9 brosist terbentuk aku mulai merasakan bahwa dia adalah Sahabat yang bersedia menemaniku baik dalam suka maupun duka.
Aku memanggil Syodikin dengan panggilan ‘Ayah’ karena selain faktor telah terbiasa dengan panggilan itu, ia juga adalah sosok seorang ayah yang gaul alias masih muda. Syodikin atau Ayah memang telah menikah sejak lama sekali ya… kurang lebih semenjak duduk di semester I dulu.
Bagiku Syodikin adalah sahabat yang bisa untuk berbagi alias curhat karena selain perawakannya yang dewasa juga mungkin karena dia mampu untuk mencaba memahami karakterku. Syodikin memang dewasa dalam memberikanku nasehat atau apapun yang baik untuk diriku jadi memang pantas jika teman-teman termasuk aku sendiri tetap memberinya gelar ‘Ayah’.
Tidak banyak kisah yang dapat aku gambarkan dari kehidupanku dengan Shodikin karena ia memang jarang berkumpul dengan 9 brosist. Ia memang sangat sibuk dan harus bisa membagi waktu antara kuliah, keluarga dan pekerjaannya. Jika pagi hari ia harus kuliah pada siang harinya ia harus menyiapkan barang-barang untuk ia jual di pasar malam dan barulah malam hari setelah berdagang ia dapat menikamti istirahatnya bersama keluarga.
Aku ingat, Syodikin pernah berkata padaku bahwa ia sangat senang dapat berkumpul dengan kami (9brosist) karena sedikit banyak dapat menghilangkan kepenatan hidupnya. Agar dapat berkumpul bersama kami saja dia harus sedikit mengorbankan sedikit jam sibuknya asalkan ia masih dapat membagi waktu bersama sahabat-sahabatnya.
Dari persahabatanku dengan ayah aku dapat mengambil suatu hikmah bahwa dalam persahabatan itu, harus ada sikap saling mengerti akan kepentingan sahabatnya dan tidak memaksakan kehendak diri, yang jelas persahabatan yang sejati dapat melampaui dan menghibur diri daripada peran keluarga. Nikmatnya persahabatan akan terasa ketika kita telah dipenatkan oleh kehidupan berkeluarga. Good Luck 4 U Ayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar